Berdirinya Madrasah Ibtidaiyah (MI) Mirfa'ul Ulum

Hidup di rumah berukuran kecil terbuat dari kayu, mereka adalah pasangan suami istri bernama Kyai Moch Hisyam dan Nyai Hj. Halimah, tepat di sebelah kiri rumah mereka dibangun surau kecil yang dijadikan tempat untuk mengaji.

Ada satu anak mereka bernama Aminah yang menikah dengan seorang kyai bernama KH. Muslih Misbahuddin. Sebelum meninggal, Kyai Moch Hisyam mewakafkan tanah tempat berdirinya surau yang biasa digunakan untuk mengajar.

Kyai Moch Hisyam meninggal, beliau dimakamkan dibelakang masjid, setelah kepergian beliau, KH. Muslih Misbahuddin selaku Ketua Takmir dimasa itu bersama tokoh masyarakat mengembangkan surau menjadi lebih baik, fisik bangunan dibuat menjadi lebih luas sehingga dapat menampung banyak jamaah, surau tersebut diberi nama Masjid Baitul Quddus.

Mbah Muslih dan teman-temannya memiliki kebiasaan setelah shalat Jumat silaturahim bertemu di serambi masjid, menghitung infaq yang masuk dan memikirkan bagaimana memakmurkan Masjid Baitul Quddus. 

Melihat pemandangan tanah wakaf yang begitu luas, seorang sahabat Mbah Muslih menyampaikan usulan agar menyiapkan generasi yang suatu hari ikut serta memakmurkan masjid, sangat disayangkan jika tanah wakaf yang luas hanya digunakan untuk shalat 5 waktu saja, alangkah baiknya sore bisa dimanfaatkan untuk kegiatan keagamaan yaitu madrasah diniyyah.

Usulan tersebut sangat menarik perhatian mbah Muslih dan para sahabatnya, merekapun sepakat untuk mendirikan bangunan pertama madrasah diniyyah yang dibangun pertama kali di sebelah barat sungai pemisah kelurahan Gebangsari dan Genuksari.

Mbah Muslih meminta saran Mbah Cholil untuk nama madrasah diniyyah yang didirikan. Mbah Cholil memberi saran nama madrasah agar diambil dari nama putrinya yaitu Rofi'ah sehingga nama madrasah adalah Madrasah Diniyyah Rofi'ul Ulum. Tetapi nama madrasah ini dinilai kurang tepat oleh menantu Mbah Muslih yaitu Kyai Mahfudz, beliau menilai ada kelemahan pada makna, Kyai Mahfudz memberi saran nama madrasah bukan Rofi'ul Ulum tetapi Mirfa'ul Ulum. Hal ini disetujui oleh Mbah Muslih dan Mbah Cholil, Demikianlah riwayat awal berdirinya Madrasah Diniyyah Mirfa'ul Ulum.

Semakin lama kegiatan madrasah sangat ramai, masyarakat banyak yang tertarik dengan kegiatan madrasah diniyyah terutama adanya motifasi memakmurkan masjid dan tanah wakaf.

Seperti biasanya selesai shalat Jumat, dalam kegiatan bincang-bincang takmir masjid, salah satu sahabat mbah Muslih mengusulkan agar pemanfaatan bangunan madrasah tidak hanya sore, tetapi pagi diharapkan bisa digunakan untuk aktifitas belajar seperti sekolah formal, sehingga lebih berkah dan bermanfaat.

Ini adalah usulan yang mantap sekali, mbah Muslih selaku Ketua Takmir setuju dengan usulan itu maka dibukalah kegiatan sekolah formal di pagi hari. inilah awal mula lahirnya Madrasah Ibtidaiyah Mirfa'ul Ulum.

Diawal berdirinya Madrasah Ibtidaiyah Mirfa'ul Ulum, pengelola sangat membutuhkan keuangan untuk mendukung biaya operasional terutama untuk gaji guru baik madrasah ibtidaiyah dan madrasah diniyyah, termasuk pengembangan gedung untuk menampung murid yang semakin banyak.

Untuk pencarian bantuan terutama ke instansi pemerintah, ada persyaratan yang dipenuhi untuk memudahkan proses permohonan yaitu madrasah harus berada di bawah naungan yayasan.

Hal ini membuka wawasan mbah Muslih bahwa untuk mengelola tanah wakaf ini perlu dibentuk kepengurusan yang kuat sehingga masjid, madrasah diniyyah, dan madrasah ibtidaiyah bisa makmur. Mbah Muslih dan sahabatnya serta tokoh-tokoh masyarakat saat itu sepakat membentuk yayasan bernama Yayasan Amal Sholeh Semarang.

Yayasan ini didirikan dengan tujuan memelihara tanah wakaf yang di atasnya berdiri bangunan masjid dan madrasah, serta melakukan pengembangan tanah wakaf agar lebih bermanfaat.

Terdapat riwayat bahwa Mbah Muslih merangkap menjadi Ketua Yayasan, Ketua Takmir, dan Kepala Madrasah tidak digaji.

Setelah mbah KH. Muslih Misbahuddin wafat, jabatan ketua yayasan dipegang oleh Dr. H. Imam Munadjad, SH., MS., tidak seperti mbah Muslih yang tiap waktu bisa ke masjid menjadi imam sholat, mengecek kegiatan madrasah karena rumahnya hanya disamping masjid dan madrasah. Bapak Imam Munadjad karena kesibukan sebagai anggota DPR RI dan juga sebagai dosen di UNISSULA, kehadiran di masjid dan di madrasah tidak dapat setiap waktu, dan komunikasi dengan warga sekitar masjid berkurang.

Kepemimpinan takmir Masjid Baitul Quddus, setelah mbah Muslih meninggal dunia, telah dilalui masa kepemimpinan KH. Imam Sudjadi dan saat ini sebagai Ketua Takmir adalah Mbah Kyai Kasmiran.

Seiring berjalannya waktu madrasah diniyyah mirfa'ul ulum telah tutup, karena terkendala biaya operasional dan guru yang mengajar. Di masa kepemimpinan KH. Imam Sudjadi didirikanlah Taman Pendidikan Quran (TPQ) Alquddus, di awal berdirinya TPQ Alquddus, Ustadzah Nurul 'Alim putri dari KH. Achmad Faruqi menjadi Kepala TPQ sekaligus ikut mengajar.

Tahun demi tahun, usia semakin menua, sebagian pengurus yayasan ada yang telah meninggal, sebagian telah lanjut usia sehingga tidak bisa aktif seperti semasa muda. Tidak tertulisnya sejarah, entah apa asal mulanya, muncul gejolak ada sebagian orang mempermasalahkan kehadiran yayasan amal sholeh dan madrasah dan dianggap ilegal, karena seharusnya tanah wakaf untuk masjid, maka hanya untuk masjid, dan jika ada bangunan madrasah maka seharusnya milik masjid. Tetapi tetap tidak dapat digoyahkan, Yayasan Amal Sholeh sebagaimana semangat awal tokoh pendiri di masa lalu tetap pada visinya digunakan untuk memelihara tanah wakaf tempat berdirinya Masjid Baitul Quddus, MI Mirfa'ul Ulum, dan Madrasah Diniyyah Mirfa'ul Ulum (sekarang TPQ Alquddus)

Perjalanan akhir untuk meredam gejolak, singkat riwayat nama Yayasan Amal Sholeh Semarang diubah disamakan dengan nama masjid yaitu Yayasan Baitul Quddus Semarang.

Waktu telah berlalu cukup lama, pada hari Sabtu, 25 Juni 2022 ada utusan dari Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Semarang untuk menyampaikan berkas ke Masjid Baitul Quddus, utusan menyampaikan bahwa sebagai warga negara harus taat hukum yaitu semua bangunan harus memiliki IMB, masjid Baitul Quddus diharapkan melengkapi persyaratan IMB yang dilengkapi dengan rekomendasi FKUB.

Dari Ketua Takmir Masjid Baitul Quddus telah menugaskan kepada sekretaris takmir untuk mencari informasi terkait bagaimana mendapatkan akta wakaf untuk lampiran kelengkapan Surat Rekomendasi.

Setelah datang di Kantor Kementerian Agama Kota Semarang pada bagian bidang wakaf, ibu Hanum menanyakan berkas-berkas yang dimiliki masjid terkait tanah wakaf. Ketika melihat Surat Pengangkatan Nadzir, ditanyakan apakah nama-nama nadzir yang tercantum masih hidup. Jika sudah meninggal, maka harus mengajukan terlebih dahulu berkas penggantian nadzir sebagaimana terlampir.

Komentar